Rumah Kapitan Tan, Jejak Tionghoa di Suryakencana

Rumah Kapitan Tan yang tampak selalu tertutup itu sampai saat ini masih ditinggali oleh para keturunan Kapitan Tan. Desain rumah tersebut boleh dibilang unik. Perpaduan gaya arsitektur timur dan eropa atau yang dikenal dengan sebutan arsitektur Indis. Sebuah gaya arsitektur yang sangat jarang ada pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia. Foto: bogoraya.co/dhodi syailendra
Rumah Kapitan Tan yang tampak selalu tertutup itu sampai saat ini masih ditinggali oleh para keturunan Kapitan Tan. Desain rumah tersebut boleh dibilang unik. Perpaduan gaya arsitektur timur dan eropa atau yang dikenal dengan sebutan arsitektur Indis. Sebuah gaya arsitektur yang sangat jarang ada pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia. Foto: bogoraya.co/dhodi syailendra

BogorRaya.co – Di sebuah sudut Jalan Suryakencana terdapat sebuah rumah dengan gaya arsitektur masa lalu yang masih tampak berdiri kokoh di antara bangunan modern di sekitarnya. Rumah tersebut adalah rumah peninggalan Kapitan Tan atau Tan Goan Piauw, seorang keturunan Tionghoa yang kaya raya dan dihormati pemerintah Belanda pada masa itu. Rumah ini terletak di Jalan Suryakencana Nomor 210, Kelurahan Gudang, Kecamatan Bogor Tengah.

Kapitan Tan terlahir dengan nama Tan Eng Tjoan pada tahun 1835 dari seorang ayah bernama Tan Soeij Tjoe (Pie Sin) dan ibu Bernama Thung Na Nio. Kapitan Tan meninggal pada 27 Oktober 1889 di Buitenzorg yang kini menjadi Bogor.

Sebutan Kapitan atau Kapiten pada masa itu bukan merupakan pangkat kemiliteran. Tapi merupakan gelar yang disandang oleh para petinggi atau orang-orang yang terpandang dalam sebuah komunitas masyarakat pada masa itu.

Gelar Kapitan Tan diberikan sendiri oleh pemerintah Belanda yang berkuasa pada saat itu. Kapitan Tan merupakan orang terpandang dari komunitas masyarakat Tionghoa yang tinggal di kawasan yang saat ini menjadi Jalan Suryakencana.

Dalam catatan di Regeringsalmanak yang mulai diterbitkan secara berkala setahun sekali sejak tahun 1825, disebutkan bahwa Kapiten Tan diangkat menjadi Luitenant (1865-1878), Kapiten (1878-1882) dan Kapiten Titulair (1882-1890). Selain itu banyak anggota keluarga Tan yang juga menjadi kapiten dan luitenant di Kawasan Pecinan Suryakencana.

Pada masa menjabat sebagai Kapitan, Kapitan Tan mendirikan pusat kegiatan masyarakat peranakan Tionghoa yang disebut Gedung Dalam. Saat ini bangunan Gedung Dalam sudah tidak ada. Tapi Namanya tetap dipakai untuk salah satu kuliner khas Kota Bogor, yaitu Asinan Gedung Dalam, yang lokasinya berjarak sekitar 1,5 kilometer dari rumah Kapitan Tan.

Rumah Kapitan Tan yang tampak selalu tertutup itu sampai saat ini masih ditinggali oleh para keturunan Kapitan Tan. Desain rumah tersebut boleh dibilang unik. Perpaduan gaya arsitektur timur dan eropa atau yang dikenal dengan sebutan arsitektur Indis. Sebuah gaya arsitektur yang sangat jarang ada pada masa pemerintahan Belanda di Indonesia.

Saat ini rumah peninggalan Kapitan Tan menjadi salah satu bangunan cagar budaya Kota Bogor, sesuai dengan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2005. Pengelolaan cagar budaya ini dilakukan secara pribadi dan berada dibawah pengawasan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. (dhodi)