Covid-19 Dulu, Kini, dan Nanti

Masyarakat sejak ada Covid 19… dulu… kini… nanti.. Rakyatlah korban sesungguhnya. Rakyatlah yang harus memenuhi kebutuhannya hidup sendiri baik beli obat saat sakit atau makanan untuk bertahan hidup. Rakyat harus menaati aturan dan regulasi apa lagi atas nama penaggulangan Covid-19. Foto: Jovee
Masyarakat sejak ada Covid 19… dulu… kini… nanti.. Rakyatlah korban sesungguhnya. Rakyatlah yang harus memenuhi kebutuhannya hidup sendiri baik beli obat saat sakit atau makanan untuk bertahan hidup. Rakyat harus menaati aturan dan regulasi apa lagi atas nama penaggulangan Covid-19. Foto: Jovee

BogoRaya.co– Hampir 1,5 tahun pandemi ini menimpa Indonesia. Ketika negara lain sudah mengumumkan dan mengantisipasi adanya virus corona, saat itu Indonesia masih merasa aman-aman saja. Di saat pemerintah pemangku kekuasaan menyadari bahwa Covid-19 sudah masuk pada 2 Maret 2020 dengan pasien 0000001 dan 0000002, ibu dan anak di Depok, mulailah kepanikan terjadi di masyarakat bahwa virus itu ternyata ada.

Pemerintah lebih kelihatan tidak siap karena ini dianggap virus baru dan belum ada pengalaman menangani pandemi seperti ini sebelumnya. Learning by doing lebih tepatnya. Respon pejabat yang satu berbeda dengan pejabat lainnya, kementerian berbeda dengan Pemda, bahkan menteri satu dengan menteri lain atau presiden berbeda.

Untuk status saja kita bingung apakah ini bencana atau darurat kesehatan, sehingga Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Kementerian Kesehatan mempunyai peranan sendiri-sendiri. Ditambah lagi tim atau satgas yang dibentuk semakin membuat penanganan Covid-19 kurang efektif. Memakai masker saja sempat menjadi polemik.

Masker untuk yang sakit bukan untuk yang sehat! Masyarakat pun bingung, sehingga ada yang memakai masker dan ada yang tidak. Begitulah awal Indonesia memasuki pandemi, seperti drama Korea yang kisahnya setiap hari berubah dan entah kapan berakhir.

Kepanikan terlihat pula dari anggaran pemerintah yang cukup besar digelontorkan untuk mengatasi Covid-19. Belum lagi istilah atau kebijakan pusat dan daerah yang berbeda. Ada PSBB (pembatasan sosial berskala besar), ada daerah mau lockdown yang membuat ricuh dari istilah saja. Beragam program Covid-19 yang menggunakan anggaran negara mulai pembelian alat kesehatan rapid test sampai bantuan sosial (Bansos) yang menyisakan kasus korupsi.

Covid-19 untuk sebagian oknum dijadikan bancakan untuk bisnis dan mencari keuntungan pribadi. Dulu, begitulah Covid-19 masuk ke Indonesia. Efek pandemi sudah ditabuh dan dirasakan oleh semua kategori bisnis. Banyak bisnis yang rontok, PHK di mana-mana, pengurangan gaji sampai 50 persen, pertumbuhan ekonomi minus, dan angka kemiskinan bertambah.

Bidang keagamaan dan pendidikan pun kena imbasnya. Selama berbulan-bulan rumah ibadah ditutup, sekolah ditutup, bahkan kantor pun ditutup. Masyarakat mengenal kebiasaan baru, yaitu bekerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah dari rumah. Kini harapan muncul dengan program vaksinasi Covid-19 dengan berbagai merek vaksin yang sudah disetujui pemerintah. Pemerintah juga fokus dan all out dalam program 1 juta vaksin per hari.

Apalagi setelah terjadi ledakan Covid-19 di bulan Juli-Agustus 2021, yang bisa mencapai 50.000 kasus positif per hari menyadarkan masyarakat Indonesia bahwa Covid-19 itu ada. Puluhan ribu orang meninggal per hari dan rumah sakit beserta fasilitas kesehatan yang ada hampir kolaps saat badai Covid-19 melanda.

Kini harapan untuk bangkit semakin kuat senapas dengan tema 76 tahun Indonesia merdeka. Indonesia Tangguh Indonesia Tumbuh! Ada harapan pandemi segera berakhir. PPKM (pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat) darurat dan perpanjangan beberapa kali dianggap mampu mengendalikan Covid-19, sejalan dengan akselerasi vaksin agar herd immunity tercapai.

Pertanyaannya, bagaimana nanti? Apakah corona masih ada? Apakah Covid-19 dapat benar-benar teratasi? Adakah varian baru covid lagi? Atau, apakah akhirnya menjadi endemik seperti penyakit lainnya, seperti flu, typhus, TB, dan lai-lain? Dan, kita harus siap hidup berdampingan dengan Covid-19.

Masyarakat telah menjadi saksi sekaligus korban Covid-19 sejak awal, baik karena regulasi atau aplikasi regulasi. Sekian banyak obat yang harus diminum untuk sembuhkan Covid-19. Ada yang dihentikan dan menjadi polemik. Cukup mahal yang harus ditebus karena selain anggaran besar atas nama Covid-19, juga merenggut ribuan nyawa, bahkan tenaga kesehatan (Nakes) pun banyak yang menjadi korban.

Carut marut Covid-19 meninggalkan duka mendalam, tetapi dianggap sebagai akibat pandemi. Sudah banyak contoh negara yang sukses menangani Covid-19 termasuk negara tetangga mulai dari Singapura, Thailand, dan Vietnam yang cukup efektif menangani Covid-19. Pertanyaannya, mengapa kita tidak bisa seperti mereka?

Masyarakat sejak ada Covid 19… dulu… kini… nanti.. Rakyatlah korban sesungguhnya. Rakyatlah yang harus memenuhi kebutuhannya hidup sendiri baik beli obat saat sakit atau makanan untuk bertahan hidup. Rakyat harus menaati aturan dan regulasi apa lagi atas nama penaggulangan Covid-19.

Hak rakyat untuk dilayani lebih jargon saja dan banyak belum tersentuh dengan bantuan atau kebijakan dari pemerintah. Pemerintah harus lebih efektif dan efisien serta tepat sasaran dalam penanganan Covid-19. Bagi kelompok yang menjadikan Covid-19 sebagai ladang bisnis harus stop. Akhir semuanya, rakyat yang harus menjadi prioritas dalam penanganan Covid-19, baik dulu…kini…dan nanti. @

Amirullah
CEO Media 8 Group