Blusukan 2 Persen

Usaha tempe Mbah Bayan membentuk jiwa usaha dan kemandirian ekonomi. Foto: Dok. Pribadi
Usaha tempe Mbah Bayan membentuk jiwa usaha dan kemandirian ekonomi. Foto: Dok. Pribadi

BogoRaya.co – Apa yang saya lihat pagi ini di pabrik tempe Mbah Bayan? Ternyata membentuk jiwa wirausaha itu benar-benar tidak gampang.

Pagi ini hanya satu agen tempe yang mengambil jatah untuk dikirim ke toko-toko sayuran di Kota Purwodadi. Namanya Bagus. Biasa dipanggil Cuplis.

Cuplis seorang mahasiswa jurusan teknologi pangan di Universitas Semarang. Kuliahnya daring. Sejak pandemi. Hari ini Cuplis mengirim 200 bungkus tempe.

Sebelum saya balik ke Jakarta 10 hari lalu, ada dua agen baru yang datang. Dua-duanya sudah saya beri bekal product knowledge dan ilmu distribusi. Kemana dua orang anak muda itu?

Rupanya mereka tidak sanggup. Hanya bertahan beberapa hari saja. Menurut perhitungannya tekor. Hasilnya tidak sebanding dengan biayanya.

Benarkah begitu? Bisa benar. Bisa salah.

Saya katakan benar karena memang hasil yang diperoleh sangat sedikit. Kok bisa? Karena yang didistribusikan memang baru sempit.

Saya sebut salah karena mereka menjalanka bisnis keagen tempe dengan cara berpikir karyawan.

Dalam bisnis keagenan produk, income ditentukan berapa banyak produk yang didistribusikan.

Setiap hari, satu agen baru tersebut mengirim 100 bungkus tempe. Setiap bungkus memberi keuntungan Rp200.

Jadi, 100 tempe menghasilkan pendapatan kotor Rp20 ribu per hari.

Sedangkan biaya pembelian BBM-nya Rp10 ribu per hari. Sisanya hanya Rp10 ribu per hari.

Dengan hasil tersebut, mereka memilih tidak melanjutkan niatnya mengelola bisnis keagenan tempe. Hasilnya terlalu sedikit, kata mereka.

Coba kalau yang dibawa 200 bungkus. Hasilnya pasti berbeda. Penghasilan brutonya bisa Rp200 x 200 = Rp40 ribu per hari. Sebagai agen tempe, Cuplis mengantongi Rp1,2 juta sebulan.

Sedangkan kebutuhan operasionalnya Rp 10 ribu per hari. Biaya itu untuk biaya pembelian bensin sepeda motornya.

Berarti pendapatan bersih Cuplis sekarang Rp1,2 juta dikurangi Rp30 ribu menjadi Rp900 ribu per bulan. Memang masih di bawah UMR. Tapi kalau Cuplis bisa menjual tempe 500 bungkus per hari, penghasilannya sudah di atas UMR.

Bagaimana cara menjual 500 bungkus per hari? Ilmu menjual koran sebenarnya sama dengan ilmu menjual tempe. Kalau mau meningkatkan penjualan tempe, agen harus rajin blusukan ke perkampungan.

Dengan blusukan, agen akan tahu di daerah mana ada berapa toko sayuran. Setelah tokonya ditemukan, agen menawarkan kerjasama pemasaran tempe kepada pemilik toko dengan sistem konsinyasi.

Sesederhana itu sebenarnya cara memasarkan tempe. Walau demikian, agen harus ulet, telaten dan tabah. Sebab tidak semua toko sayuran mau dititipi tempe. Biar pun dengan sistem konsinyasi yang tanpa risiko.

Hari ini ditolak, besok didatangi lagi. Hari ini disambut dengan kurang ramah, besok disapa lagi. Hari ini sakit hati. Besoknya biasa lagi.

Ulet, telaten dan tabah merupakan sikap mental yang harus dimiliki pengusaha. Tanpa punya sifat itu, keinginan menjadi pengusaha ibarat hil yang mustahal.

Apakah sikap itu bawaan lahir? Tidak. Sikap tersebut melekat pada diri seseorang karena proses berlatih. Semakin sering dilatih dan dipraktikkan akan semakin tinggi kadarnya.

Sayangnya hanya sedikit orang yang berhasil melatih dirinya agar bisa bersikap ulet, telaten dan tabah. Data yang beredar menyebutkan, jumlah pengusaha di Indonesia baru mencapai 2 persen saja.

Mayoritas masyarakat Indonesia mencari income dengan menjadi karyawan.

Memang menjadi karyawan itu relatif aman dan nyaman. Paling tidak penghasilannya sudah pasti. Pasti tanggalnya. Pasti jumlahnya. Sudah 20 tahun saya menjalaninya. Sebelum insyaf.

Joko Intarto
Wartawan Senior dan Praktisi Bisnis Digital